Senin, November 23, 2009

Pungutan Retribusi Bisa "Bunuh" Nelayan


KUPANG - Para nelayan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengeluh karena pungutan yang dikenakan kepada mereka antara Rp 750.000 dan Rp 1 juta.
"Pungutan atas nama retribusi ini sangat memberatkan karena jumlahnya tidak sebanding dengan penghasilan yang kami dapatkan," kata Esau Adoe, seorang nelayan di Oesapa Kupang, Senin (23/11).
Menurut dia, beban retribusi yang dikenakan kepada para nelayan sangat memberatkan sehingga perlu ditinjau kembali. Retribusi yang dikenakan kepada nelayan terdiri atas izin tangkap, izin lapor, izin pendaratan, dan izin menjual, dengan total pengeluaran seluruhnya antara Rp 750.000 dan Rp 1 juta per bulan, katanya.
Penarikan retribusi tersebut disesuaikan dengan jenis kapal yang dioperasikan nelayan. Kapal berukuran besar yang berlayar hingga radius 60 mil dari pantai membayar lebih besar daripada perahu lain yang hanya melaut kurang dari 60 mil.
"Retribusi yang ditarik sangat bervariasi, tergantung jenis kapal yang dioperasikan," katanya. Menyangkut pendapatan nelayan, kata dia, tidak selalu menggembirakan karena sangat bergantung pada kondisi laut.
"Jika gelombang tinggi dan angin kencang, pendapatan kami tentu saja menurun karena tak ada nelayan yang berani melaut. Namun, retribusi tetap saja dipungut. Ini yang sangat memberatkan dan sangat tidak adil," ujarnya.
"Terkadang kami hanya membawa pulang ikan untuk kebutuhan makan di rumah saja. Namun, retribusi tetap saja dipungut," tutur H Mitu, seorang nelayan lainnya.
Ia menjelaskan, sekali melaut, nelayan mengeluarkan biaya sebesar Rp 2 juta-Rp 4 juta untuk biaya operasional, seperti bahan bakar dan kebutuhan lainnya selama melaut. "Retribusi yang dibebankan kepada kami sangat besar, bagaimana mungkin kami bisa berkembang. Jika pendapat kami melimpah, hanya bisa digunakan untuk membayar utang," ujarnya.
Atas dasar itu, ia minta pemerintah daerah segera menjalankan permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Mumammad untuk menghentikan semua aturan yang memberatkan nelayan. "Kami minta agar penghapusan retribusi segera dilaksanakan di daerah ini," katanya.
Sebelumnya, Menteri Fadel Muhammad mengimbau semua pemerintah daerah untuk menghapus semua peraturan daerah tentang punggutan retribusi perikanan untuk meningkatkan pendapatan nelayan. Kebijakan tersebut merupakan satu program kerja 100 hari Departemen Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Bersatu II.
Setelah penarikan retribusi dihentikan, pemerintah akan mengalokasikan anggaran lewat dana alokasi khusus kepada daerah. Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Afliana Salean mengatakan, pihaknya masih menunggu permintaan tertulis dari DKP terkait penghentian retribusi perikanan.
Sumbangan dari sektor perikanan untuk pendapatan asli daerah NTT hanya Rp 600 juta per tahun, yang tidak seimbang dengan besarnya pungutan yang dibebankan kepada para nelayan. (kcm)