Senin, Juli 13, 2009

KADES PANITE DIDUGA “AMANKAN” ADD TTS

SOE, MITRA - Alek sander Benu, Kepala Desa Panite Kecamatan Kot’Olin TTS diduga telah melakukan upaya terselubung alias "mengamankan" Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp 231 juta selama Tahun Anggaran 2006 hingga 2008.
Hal ini bisa mengindikasikan Alokasi ADD yang turun ke Desa Panite selama tiga Tahun Anggaran (2006-2008) dengan nilai sebesar Rp 231 juta (100juta, 72 juta dan 59 juta) raib entah kemana.
Tidak puas dengan cara kerja Kades Benu, warga desa Panite yang sudah gerah akhirnya angkat bicara. Kepada Wartawan koran ini ahad lalu seluruh keburukan kerja kades Benu yang juga merangkap sebagai kepala Sekolah Dasar Panite (TRK, kelas jauh SD Inpres Bnafo) di kuak satu per satu.
Nimrot Nabuasa dan Godlif Benu, warga setempat menjelaskan, soal Alokasi Dana Desa yang dialokasikan selama tiga tahun berturut-turut (2006-2008) tidak pernah disosialisasikan kepada warga dan masyarakat setempat.
"Soal ADD kami warga desa tidak mengetahui secara persis. Kami sendiri memang mendengar yang namanya Alokasi Dana Desa, tapi untuk mengetahui lebih jauh soal berapa besarnya jumlah alokasi dana yang diperuntukkan bagi desa Panite tiap tahun anggarannya, kami tidak tahu. Kalaupun tahu, ya baru tahu dari pak wartawan," ungkap Nabuasa dan Benu.
Dijelaskan besarnya alokasi dana pemerintah yang singgah ke desa Panite yang bersumber dari Alokasi Dana Desa di ketahui warga hanya berdasarkan informasi aparat desa tetangga. Yang terjadi dan berlaku benar warga dan masyarakat selalu di dibatasi dengan kekuatan kekuasaan yang dimiliki Kepala Desa.
"Terus terang, apa saja yang dilakukan kades Benu, sampai detik ini tidak jelas. Malahan ketika warga bertanya, dia (Kades Benu, Red) dengan gaya arogansinya menjawab bahwa warga tidak tahu apa kerja pemerintah.
Kami pun tahu, bahwa Tahun Anggaran 2006 Alokasi Dana Desa untuk Desa Panite sebesar Rp100 juta, begitupun 2007, sebesar Rp 72 juta dan 2008 sebesar Rp 59 juta, Kemana uang itu dibelanjakan kami sendiri tidak tahu," beber Nabuasa yang diamini Benu.
Senada dengan itu, Adriana Nabuasa istri ketua RT 02 Dusun A Desa Panite secara lantang mengatakan, dirinya hanya mengetahui sebatas Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Sementara terkait Alokasi Dana Desa, dirinya baru mengetahui dari penjelasan wartawan. "Saya hanya tahu sebatas BLT dan PKH, kalau ADD saya baru tahu dari penjelasan pak wartawan," kata Adriana dan menambahkan bahwa BLT yang diterima juga sering dipotong Rp 20.000 dengan alasan yang tidak jelas.
Selain Adriana Nabuasa, warga lainnya, Oktovianus Nomleni dan Anthoneta Koebanu mengatakan hal yang sama. Menurut mereka ( Nomleni dan Koebanu, Red ) Alokasi Dana Desa di Desa Panite dijalankan secara diam-diam oleh Kepala Desa dan Aparatnya.
Dikatakan Kepala Desa Panite selalu mengedepankan kesohoran marga dan nama besarnya di desa, sehingga jangan heran bila kades Benu selalu memerintah secara otoriter.
Berdialog secara terbuka dengan warga, apalagi berbicara tentang konsep penggunaan Alokasi Dana Desa tidak pernah di lakukan kades Benu sejak memerintah di Desa Panite.
"Kami memang warga desa yang bodoh dan tidak tahu apa apa. Tetapi kami tahu tentang tahapan proses penyaluran ADD. Sejauh yang kami amati, Kepala Desa dan aparatnya tidak pernah terbuka membicarakan tentang Alokasi Dana Desa (ADD)," ungkap mereka.
Dikatakan lebih jauh soal Raskin, BLT dan PKH, warga senantiasa di bebani dengan upeti atau pemberian kepada Kelapa Desa. "Hak kami seperti Raskin, BLT dan PKH setiap pengambilannya harus diikuti dengan membawa serta Ayam, Ubi, Jagung dan Minyak Kelapa. Alasannya untuk kelancaran urusan di Desa. Kalau cara kerjanya seperti ini kapan warga bisa maju dan mandiri?," ucap Nomleni kesal.
Ditambahkan Aparat Desa yang terlibat dalam struktur pemerintahan desa Panite khusus yang memiliki tanggungjawab dengan urusan keuangan dan pelayanan masyarakat
( Sekretaris, Bendahara dan Satker ) pasca kepemimpinan kepala Desa Panite Aleksander Benu, diduga masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat.
Aleksander Benu yang hendak dikonfirmasi wartawan dirumah jabatannya malah menghindar dan terkesan uring uringan. Istri Kades Benu yang datang menemui wartawan koran ini hanya menyampaikan informsi seadanya dan mengatakan Kepala Desa lagi tidak berada di tempat. "Bapak Desa barusan keluar mengunjungi warga desa," ucap istri kades Benu sembari keluar rumah seolah ingin memanggil Kades Benu. (oni)

Bupati Kupang Sambut Baik Guru Agama Hindu


KUPANG - Pengurus Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia ( PHDI ) Kabupaten Kupang beraudiens dengan Bupati Kupang Drs. Ayub Titu Eki, MS, Ph.D, Rabu, 9 Juli 2009 lalu di Ruang Rapat Kantor Bupati Kupang.
Dalam pertemuan tersebut, mohon dukungan pemerintah Kabupaten Kupang dalam memfasilitasi guru Agama Hindu di wilayah Kabupaten Kupang pada tahun 2010 untuk diberikan jatah pengangkatan guru Agama Hindu.
Hal ini disampaikan Ketua Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia NTT Putra Kusuma ketika beraudiens dengan pemerintah Kabupaten Kupang yang diterima Bupati Ayub Titu Eki,di Raung Rapat Kantor Bupati Kupang.
Dikatakan Putra bahwa, umat Hindu Dharma yang tersebar diwilayah sebagian Kabupaten Kupang berjumlah 500 orang yang telah memiliki lembaga Parisada.
Menurutnya rencana akan dilaksanakan pentas baca Kitab Suci Werda yang direncanakan pentas tersebut akan dilaksanakan di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2010 yang akan datang.
Ketua PHDI NTT Putra menjelaskan bahwa, Umat Hindu termasuk anak sekolah saat ini yang tersebar di Kabupaten Kupang yaitu ; Kecamatan Kupang Tengah, Kecamatan Kupang Timur dan juga Kecamatan Kupang Ba rat.
Selanjutnya Bupati Ayub Titu Eki mengatakan bahwa, “ Untuk membangun Kabupaten Kupang lima tahun kedepan, hal yang paling penting dan yang paling prinsip adalah membangun manusia melalui pendidikan, karena ilmu pengetahuan dan tehnologi itu sangat penting dalam membangun manusia yang berkualitas
“. Kemudian apa yang disampaikan Ketua PHDI NTT Putra disambut baik Bupati Ayub bahwa, dalam pengangkatan guru Agama Hindu akan diberikan rekomendasi oleh Bupati Kupang dengan suatu harapan kita akan memiliki generasi-generasi yang berkepribadian dan memiliki nilai-nilai positif dalam diri sebagai umat yang beriman.
Disamping itu Bupati Ayub menyampaikan terima kasih kepada seluruh umat Hindu yang ada di NTT dan Kabupaten Kupang atas segala dukungannya dalam membangun Kabupaten Kupang lima tahun kedepan. (*)

Warga Kimadale Desak Usut Proyek Pipa 2007

EAHUN, MITRA – Kesulitan air bersih bagi warga dusun Kimadale, desa Lakamola berlangsung hingga kini. Padahal wilayah tersebut terdapat beberapa sumber air.
Karenanya, warga meminta agar program Pamsimas di desa Lakamola tahun 2008/2009 ini, sangat diharapkan dikerjakan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga dusun Kimadale.Warga juga meminta pihak terkait untuk memeriksa proyek perpipaan Tahun Anggaran 2007.
Pamsimas Pamsimas yang merupakan program penyediaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat kiranya dapat mendekatkan pelayanan kepada air bersih dan sanitasi bagi masyarakat dusun Kimadale yang menjadi salah satu sasaran program ini.
Beberapa warga masyarakat dusun Kimdale mengisahkan, selama ini mereka mengalami kesulitan air bersih karena kebetulan letak pemukiman masyarakat berada pada wilayah pesisir pantai. Sehingga walaupun telah berusaha menggali sumur tetapi karena warga Kimadale tetapi airnya asin (payau, red).
“Pemukiman di sini tidak jauh dari pantai maka kemungkinan besar terpengaruh dengan aliran air laut melalui bawah tanah menyebabkan sumur yang digali airnya asin,” kata Markus Dellu.
Menurut Dellu, selama ini sebenarnya dusun Kimadale telah mendapat bantuan perpipaan air bersih yang dialirkan dari sumbernya mata air dusun Lalao yang bersumber dari dana konpensasi BBM. Namun pada kenyataannya sarana air bersih yang diarahkan ke dusun Kimadale itu hanya mentok di dusun Pokobatun saja. “Proyek air bersih bantuan pemerintah pusat melalui dana konpensasi BBM sebesar Rp. 250 juta itu ternyata pekerjaan perpipaan hanya berhenti di dusun Pokobatun saja, sementara masyarakat dusun Kimadale tidak tersentuh sama sekali,” kata dia.
Hal senada juga dikatakan Beny. Menurutnya, seharusnya perpipaan air bersih yang diprogramkan dengan dana konpensasi BBM ini bisa menjawab kebutuhan air bersih masyarakat dusun Kimadale, tetapi sangat disesalkan pekerjaannya stop di Pokobatun, sehingga akhirnya warga Kimadale hanya nendengar namanya saja.
Lanjut Beny, sepengatahuan dirinya, dana Rp. 250 juta tersebut turun pada tahun anggaran 2007 itu tidak kesampaian. Saat itu yang menjadi pengurus Pokmas diantaranya adalah LP (Ketua), MLD (Bendahara) dan LN (anggota).
“Kami masyarakat disini hanya menjadi tujuan dan sasaran dari pada proyek perpipaan air bersih itu, namun tidak pernah merasakannya. Oleh karena itu, maka melalui program Pamsimas di desa Lakamola tahun 2008/2009, kami sangat mengharapkan agar bisa dikerjakan dengan baik, sehingga kebutuhan air bersih warga dusun Kimadale dapat teratasi,” harap Beny.
Pantauan MITRA di dusun Kimadale, di belakang rumah Beny ada sebuah sumur gali yang dipakai untuk air minum sehari-hari.
Ketika dicoba minum, ternyata airnya benar asin dan tidak layak konsumsi.
Hal lain adalah warga setempat rupanya masih kurang memperhatikan masalah kesehatan lingkungan. Hal ini terlihat banyak warga yang tidak mempunyai jamban.
Oleh karena itu, perlu perhatian dan penyuluhan dari pemerintah daerah kabupaten Rote Ndao melalui dinas Kesehatan agar warga Kimadale ke depan dapat memperhatikan kesehatan lingkungan juga.
Selain itu, warga juga meminta agar pemerintah daerah harus melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan perpipaan yang dikerjakan tahun 2007 melalui program konpensasi BBM dengan nilai Rp. 250 juta itu, karena dalam pengerjaannya tidak sampai pada sasaran, ungkap Beny yang juga merupakan Kaur Pemerintahan dusun tersebut. (riz)

DPRD Sepakat Untuk Lakukan Pembahasan Internal Soal Pupuk

BA'A, MITRA - Sidang paripurna DPRD Kabupaten Rote Ndao yang digelar Jumat (10/7) lalu, dengan agenda mendengarkan penjelasan Bupati Rote Ndao Drs. Leonard Haning, MM atas sejumlah kebijakan penggunaan keuangan daerah yang salah satunya terkait pengadaan 1.650 ton pupuk dari PT. Pupuk Kaltim ahirnya disepakati untuk dibawa dalam pembahasan intern DPRD setempat.
Hingga pukul 14.00 Wita Jumat (10/7) lalu, sidang masih berlangsung alot. Sejumlah anggota dewan tetap mempertanyakan mekanisme dan aturan hukum tentang pencairan ADD. Mereka belum puas atas jawaban pemerintah tentang penggunaan keuangan daerah.
Bahkan, anggota dewan Asiel Soruh mengusulkan kepada pimpinan sidang agar segera dikeluarkan surat keputusan (SK) tentang sikap DPRD terhadap pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan pemerintah daerah.
Sampai dengan Sabtu (11/7) sore, ada silang pendapat diantara anggota DPRD kabupaten Rote Ndao mengenai perlunya rekomendasi lembaga tersebut mengenai permasalahan pengelolaan keuangan daerah yang menurut mereka salah prosedur tersebut.
Pantauan MITRA pada sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Junus Fanggidae, SE itu berlangsung alot. Bupati Leonard Haning yang didampingi Wakilnya Marthen Luther Saek, diberi kesempatan terlebih dahulu oleh pimpinan sidang untuk menyampaikan penjelasan terkait pengelolaan keuangan daerah atas pembelian 1.650 ton pupuk dari PT. Pupuk Kaltim. Biaya pengadaan pupuk tersebut diambil dari dana alokasi dana desa (ADD) tahun anggaran 2009.
Bupati Rote Ndao, dalam penjelasannya kepada para anggota DPRD pada sidang paripurna tersebut, mengatakan, kebijakan pengadaan pupuk bersubsidi dilakukan karena 80 persen masyarakat Rote Ndao adalah petani. Dimana, pada saat itu terjadi lonjakan harga pupuk di Kabupaten Rote Ndao sehingga harga pupuk menjadi mahal. Melihat kenyataan ini pemerintah sebagai fasilitator mengambil kebijakan untuk membantu petani dengan melakukan pengadaan pupuk bersubsidi.
Awalnya, kata Haning, seharusnya menggunakan dana tak terduga tetapi dana tersebut tidak cukup sehingga diambil dana ADD sebesar Rp 1,4 miliar. dana tersebut hanya sebagai dana talangan saja karena setelah pupuk habis terjual uang hasil penjualan pupuk akan dimasukan kembali ke kas daerah untuk mengganti dana ADD tersebut. Menyangkut hal ini juga akan diusulkan dalam perubahan anggaran APBD tahun 2009.
Kebijakan mengambil dana ADD tersebut, kata Bupati Haning, sudah melalui suatu kajian berdasarkan aturan yang berlaku berupa peratutan menperindag dan menteri pertaniaan RI tentang tata niaga dan pengadaan pupuk bersubsidi. Bukan dilakukan tanpa alasan tetapi dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
"Apa yang kami lakukan juga masih pada tahap pemberitahuan kepada pihak DPRD Kabupate Rote Ndao dan belum sampai pada tahap pelaporan dan pertanggungjawaban," kata Haning.
Menanggapi hal itu, anggota dewan Hanok Lenggu,SH mengatakan, dirinya mendukung kebijakan bupati mendatangkan pupuk murah kepada masyarakat. Namun, harus mempertimbangkan dan merujuk pada regulasi atau aturan pengelolaan keuangan daerah, dan juga harus transparan soal penggunaan keuangan daerah tersebut, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.
Anggota DPRD Adri Lau, SE juga menyatakan dukungan yang sama terhadap kebijakan pemerintah dalam pengadaan pupuk bagi masyarakat. Namun dia juga berharap janganlah karena kebijakan kita menghalalkan semua cara. Saya minta Bupati menjelaskan mekanisme pencairan ADD, sehingga kita bisa tahu sejauhmana kebijakan pemerintah atas penggunaan keuangan daerah. "Mengapa tidak menggunakan ULP yang belum dibayar kepada PNS, Kesra Guru, dana tak tersangka atau Silpa saja," kata Lau, meminta penjelasan.
Pertanyaan yang sama juga datang dari anggota dewan Asiel Soruh, Yusak Langga dan Yacob Malelak.
Dalam penjelasannya, Bupati Haning mengatakan, kebijakan tersebut diambil karena melihat kondisi para petani yang sangat membutuhkan pupuk. Bahkan, boleh dikata dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, kata Haning, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk membeli pupuk sebanyak 1.650 ton dengan anggaran Rp1,4 miliar.
Selanjutnya dikatakan, terkait pengelolaan APBD terdiri dari tiga hal, yakni dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) dan pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu, sepanjang dana-dana tersebut diatur dalam APBD maka harus dipertanggungjawabkan. Namun, saat ini belum waktunya untuk pemerintah memberikan pertanggungjawaban karena baru berada pada tahap pemberitahuan kepada DPRD.
Total ADD yang dicopot pemerintah adalah Rp7,8 miliar dan menggunakan Rp1,4 miliar untuk membayar pupuk urea yang dibeli dari PT. Pupuk Kaltim. Sementara itu, sisanya untuk biaya operasional lainnya yang tidak sempat disebutkan. Bupati juga berjanji akan mempertanggung jawabkan penggunaan keuangan daerah tersebut pada waktunya, yakni saat memasuki tahap pertanggungjawab pemerintah. (eko)

PULUHAN HEKTAR KUBIS TERSERANG HAMA ULAT

KUPANG, MITRA - Puluhan hektare kubis (Kol) di Kelurahan Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang terserang hama ulat sejak satu pekan terakhir. "Hama ulat tersebut menyerang mulai dari daun yang hingga tanaman membusuk," kata Robinson Ludji, petani kol di Kelurahan Nainbonat, Minggu (12/7). Ia mengatakan, hama ulat tersebut berpindah sangat cepat dari satu tanaman ke tanaman lainnya sehingga lahan yang terkena hama semakin meluas. Petani sudah mengatasinya dengan menyemprot insektisida, namun banyaknya areal yang diserang, mengakibatkan produksi kubis berkurang. "Tanaman yang terserang hama langsung dicabut, sehingga hama tersebut tidak menyeberang ke tanaman lain," katanya. Apalagi, kata Ludji, harga kubis saat ini sedangkan anjlok, kubis ukuran besar hanya di jual Rp2.500 per buah. Padahal harga di pasar tradisional naik seratus persen yakni Rp5.000/buah. Hal itu, diakibatkan akses petani ke pasar masih sangat lemah. "Karena itu, kami lebih memilih menjualnya ke pedagang perantara yang membeli sampai langsung di kebun," katanya. Di kelurahan tersebut sedikitnya 15 petani telah menanam kubis di areal persawahan yang sebelumnya ditanami padi. Dampak serangan hama tersebut, kata Ludji, melengkapi penderitaan petani di Kabupaten Kupang, karena daerah itu sedang dilanda kekeringan yang memicu areal pertanian tidak diolah. Sedangkan, umumnya, petani yang menanam kubis, merupakan petani sawah. "Dua bulan terakhir ini, kita alihkan menanam kubis diareal persawahan karena wilayah ini sedang alami kekeringan," katanya. Petani di wilayah tersebut, kata Ludji, sering dilanda beragam persoalan mulai hama, krisis benih, pupuk, sampai anjloknya harga komoditas pertanian. Karena itu, ia meminta perhatian dari pemerintah daerah, karena selama ini peran pemerintah dinilai sangat minim. "Ketika tanaman petani diserang hama, tidak ada petugas penyuluh lapangan (PPL) yang datang untuk mencari solusi terhadap masalah itu," katanya. (joe)

DPRD NTT Heran Data Produksi Jagung di NTT Beda

KUPANG - Data produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) setelah Gubernur Frans Lebu Raya mencanangkan NTT sebagai propinsi jagung, selain propinsi ternak dan koperasi berbeda-beda.
Data itu berbeda dengan data yang miliki Badan Pusat Statistik (BPS) setempat yang melaporkan terjadi penurunan produksi, sementara DPRD NTT menerima laporan produksi jagung meningkat mencapai 900.000 ton lebih.
Anggota DPRD NTT, Cirylus Bau Engo, yang juga pengurus Dewan Koperasi Wilayah (Dekopinwil) NTT, ketika dimintai keterangan di Kupang, Sabtu (11/7), menyatakan keheranannya atas perbedaan data tersebut.
Dia mengaku, DPRD menerima laporan produksi jagung meningkat mencapai 900.000 ton lebih, sementara BPS merilis data terjadi penurunan produksi jagung pada tahun ini sebesar 5,40 persen atau dari 673.112 ton pada tahun 2008 menjadi 636.778 ton pada tahun 2009.
Data yang disampaikan Kepala BPS NTT, Poltak Siahaan, akhir pekan lalu itu tampaknya berbeda dengan data pemerintah daerah. Apalagi data penurunan itu disampaikan pada saat NTT ditetapkan sebagai propinsi jagung setelah Frans Lebu Raya dan Esthon L Foenay dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur pertengahan tahun 2008.
Terlepas dari perbedaan data tersebut, Cirylus dalam kapasitas sebagai pengurus Dekopinwil NTT menyatakan kesiapan koperasi-koperasi di daerah itu untuk menyediakan bibit, pupuk, pendampingan terhadap para petani dan menyediakan pasar. Yang penting, kata dia, pemerintah provinsi berkomitmen untuk memanfaatkan koperasi dan bukan membiarkan koperasi untuk mengikuti tender proyek pengadaan bibit, pupuk, pendampingan petani dan membangun jaringan pasar.
NTT pernah menjadi propinsi penghasil jagung ketika Ben Mboi menjadi Gubernur NTT dua periode yakni pada 1978-1988 melalui program yang dikenal dengan ONM dan ONH atau Operasi Nusa Makmur dan Operasi Nusa Hijau. Gebrakan Ben Mboi itu, kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Herndrikus Fernandez yang memimpin NTT pada peiode 1988-1993, melalui program Gerbades atau Gerakan Membangun Desa.
Baik Ben Mboi maupun Fernandez, berhasil meningkatkan produksi jagung hibrida karena segera setelah program itu diluncurkan, pemerintah propinsi melakukan desentralisasi anggaran dari APBD I untuk pemerintah kabupaten, selain merektur tenaga penyuluh lapangan dalam jumlah banyak untuk ditempatkan di desa-desa mendampingi para petani.
Menurut mereka, tidak mungkin kabupaten mengalokasikan APBD II untuk menyukseskan program pemerintah provinsi.
Faktor tidak ada desentralisasi biaya dari provinsi untuk kabupaten dan rekrutmen tenaga penyuluh lapangan itulah yang pernah dipersoalkan oleh sejumlah peserta dialog, ketika Wakil Ketua DPRD NTT, Drs. Paulus Moa dan anggota, Oscar Mandarlangi, melakukan kunjungan kerja ke Sikka, Flores bagian tengah, pertengahan bulan lalu.
Menurut peserta dialog, Ben Mboi dan Fernandez berhasil meningkatkan produksi jagung karena memperhatikan dua faktor tersebut.
Jika pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya ingin mencapai peningkatan produksi jagung seperti pada pemerintahan Gubernur Ben Mboi dan Hendrik Fernandez, maka mestinya melakukan hal serupa.
Sejak Gubernur Lebu Raya mencanangkan NTT sebagai propinsi jagung pertengahan tahun lalu, Sub-Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan melakukan intensifikasi di 10 dari 20 kabupaten di atas lahan seluas 670 hektar. Ke-10 kabupaten itu adalah, Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Sumba Timur, Sumba Barat, Sikka, Flores Timur, Lembata dan Alor.
Intensifikasi itu diperuntukkan bagi lahan pertanian yang selama ini sudah digarap untuk tanaman jagung.
Pemerintah mencoba melakukan intervensi teknologi guna meningkatkan kapasitas produksi dari 2,3 ton per hektar, menjadi 3-4 ton per hektar.
Dengan intensifikasi itu, diharapkan produksi bisa meningkat dari produksi alamiah selama ini sekitar 250.000 sampai 260.000 ton jagung per tahun. (pko/ant)

Kondisi Kali Kimadale Perlu Perhatian Pemkab Rote Ndao

EAHUN, MITRA – Kondisi kali Kimadale esa Lakamola kecamatan Rote Timur, kondisinya sangat memprihatinkan. Apalagi saat musim hujan tiba, kali Kimadale ini menghambat kegiatan belajar mengajar (KBM) SD Negeri Kimadale yang letaknya di seberang kali.
Kepada MITRA, S.D. Bolla, guru SD Negeri Kimadale mengatakan, kondisi kali tersebut dari tahun ke tahun saat musim hujan selalu menampung banjir yang sangat besar, sehingga terjadi pengikisan dan mulai melebar. Hal ini, kata Bolla, disebabkan karena letaknya berdekatan dengan laut yang apabila air pasang besar disertai gelombang maka akan mengalir sampai ke kali itu, sehingga terjadi pertemuan air laut dengan air kali saat hujan musim barat.
Dikatakan, walaupun pada musim kemarau kali ini menjadi kali kering, tetapi hampir setiap tahun saat musim hujan tiba, akan mengakibatkan banjir. Dan, apabila banjirnya tidak terlalu besar maka KBM tidak terganggu, murid dan guru dapat ke sekolah seperti biasa. Namun jika banjirnya cukup besar maka sudah pasti kali tersebut tidak dapat diseberangi sehingga murid dan bahkan guru yang tinggalnya diseberang kali tidak bisa mengikuti KBM.
“Pada musim hujan, jika hujan deras maka akan terjadi banjir besar sehingga kami guru dan murid tidak bisa menyeberang untuk ke sekolah. Pihak sekolah juga tidak bisa memaksakan murid untuk masuk pada musim begitu karena beresiko,” ujar Bolla.
Masih menurut dia, persoalan kali Kimadale ini setiap tahun telah diusulkan baik melalui Musrenbang dusun maupun desa untuk dibawa ke Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten. Namun hingga kini masih belum ada tanggapan terhadap usulan masyarakat Kimadale itu.
Hal senada juga disampaikan seorang guru lain, Visi Therik, yang mengatakan bahwa kondisi kali Kimadale apabila musim hujan tiba, murid dan juga guru terpaksa tidak dapat melaksanakan tugas maupun tanggungjawab.
Menurut Therik, apabila curah hujan cukup deras, banjir bisa naik mencapai 2,5 meter dari permukaan kali. Hal ini diperparah lagi jika terjadi air pasang dan gelombang laut yang besar disertai arus yang deras pula. Air laut akan mengalir kedalam kali dan menambah tinggi banjirnya.
“Kalau hujannya kurang deras kami guru dan murid yang berasal dari seberang dapat menyeberang ke sekolah. Itupun harus dengan menggulung kaki celana bagi laki-laki dan mengangkat rok bagi wanita. Sedangkan sepeda motor yang biasanya kami gunakan sampai ke sekolah, terpaksa ditinggalkan di rumah Matias, salah seorang warga yang tinggalnya disekitar tepi kali tersebut.
Sementara Mathias yang dikonfirmasi MITRA menerangkan bahwa dirinya sangat mengharapkan agar hal ini diangkat media masa sehingga ada perhatian pemerintah daerah. Matias merasa kondisi ini terlupakan oleh bapak-bapak dewan maupun pejabat Pemkab Rote Ndao, karena dirinya mengetahui persis kondisi guru dan siswa SD Negeri Kimadale saat musim hujan datang.
“Kalau musim hujan maka jangankan sampai menyeberang ke sekolah, lumpur pada jalan menurun kali saja sudah tidak bisa dilalui orang, karena bisa mencapai setinggi paha orang dewasa. Saya bukannya membela guru dan murid di sini tetapi itu kondisi sebenarnya,” ungkapnya, sembari menambahkan bahwa bukan cuma guru dan murid, warga yang dewasa juga tidak berani menyeberangi kali tersebut kalau hujannya deras dan banjir besar.
Seperti S.D Bolla, Matias juga mengatakan, apabila hal ini tidak cepat diperhatikan, maka lama-kelamaan akan lebih lebar pengikisan tanah oleh air, sehingga semakin menimbulkan kondisi lebih buruk.
Dampaknya, selain proses KBM SD Negeri Kimadale menjadi terhambat pada saat musim hujan, selain itu pada musim hujan juga sering terjadi kasus diare dan malaria yang sudah barang tentu mengakibatkan pula kesulitan warga setempat untuk menjangkau pelayanan kesehatan secara cepat, sebab akses ke Pustu maupun Puskesmas hanya melalui kali tersebut.
“Ini merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkali dan perlu mendapat perhatian peme rintah,” ungkapnya. (riz)