BAJAWA - Kerja keras semua Unit Pengolahan Hasil (UPH) kopi di Ngada sudah menunjukkan hasilnya. Proses pengolahan kopi arabika diikuti betul oleh UPH-UPH, sehingga kopi arabika Bajawa menjadi kopi berkualitas dan layak untuk perdagangan dunia. Kopi arabika Bajawa sudah menjadi kopi spesial bagi pedagang kopi dunia.
Presiden Direktur Royal Cofee Amerika Serikat, Max Nicholaus Fullmer, menyampaikan hal ini kepada para petani kopi di UPH Wonga Wali, Kelurahan Susu, Kecamatan Bajawa, Senin (13/7).
Perusahaan yang dipimpinnya adalah pembeli kopi arabika Bajawa di Amerika Serikat. Ia datang ke Bajawa untuk melihat langsung proses pengolahan kopi arabika Bajawa, didampingi Direktur PT. Indocom Surabaya, eksportir kopi arabika Bajawa, Asnawi Saleh.
Hadir juga saat itu, Safrudin dari PT. Indocom, didampingi Kepala Bidang Perkebunan Kabupaten Ngada, Fabianus Sebastianus Pesek dan ketua UPH Wonga Wali, Gusti Gono.
Sebelum berdialog dengan para petani kopi, pembeli kopi asal AS ini melihat-lihat gudang, tempat penggilingan, dan tempat penjemuran kopi. Dari UPH Wonga Wali, Max bersama rombongannya mengunjungi UPH Lobowutu Wawowae, Famasa di Beiwali, Papataki di Langa dan Sukamaju di Ubedolumolo.
Max Nicolaus dan Asnawi Saleh mengingatkan para petani kopi di Ngada agar tetap mempertahankan cara memproses kopi arabika Bajawa ini. Semangat para petani kopi yang tergabung dalam UPH pun harus terus dipacu, agar kopi arabika Bajawa tetap menjadi kopi spesial dalam perdagangan kopi dunia. Mengenai harga kopi yang dibicarakan para petani kopi, menurut Asnawi, sistem pengolahan kopi semua UPH harus dipertahankan.
Sistem pengolahan kopi yang baik, memang harus diapresiasi dengan harga yang baik pula, agar pengelola tetap bersemangat. “Soal harga, harus ada kesepakatan bersama antara petani kopi di UPH. Mesti dibicarakan khusus secara bersama-sama. Semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dikalkulasi baru menentukan harga. Perlu forum khusus untuk membicarakan harga,” kata Asnawi. Usulan dari Gusti Gono agar PT Indocom membuka perwakilannya di Bajawa, Asnawi menyatakan, ia mendukung.
Pihaknya akan membuka perwakilan sehingga kopi arabika Bajawa tidak lagi ditimbang di Surabaya seperti yang dilakukan selama ini. Sedangkan, mengenai hama atau penyakit kopi yang dikeluhkan warga, disampaikan oleh Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (P3), Fabianus Sebastianus Pesek, bahwa itu urusan pemerintah daerah.
Untuk pengendalian hama, tahun ini pemerintah daerah, melalui dana APBN, melakukan pengendalian hama di 160 ha. Untuk pengendalian hama, pemerintah menggunakan pestisida. Pengendali hama tanpa obat kimia untuk menghasilkan kopi organik.
Ketua UPH Wonga Wali, Gusti Gono, menjelaskan, harga ekspor tahun 2009 dihitung. Tahun 2008, harga ekspor kopi arabika Bajawa Rp 26.600, setelah semua biaya pengolahan dihitung semua. Harga ekspor dihitung biaya pengolahan antara lain, harga gelondongan, biaya operasional, tenaga kerja, bunga bank, surat keterangan asal barang (SKAB), dan penguatan kelompok.
Kopi gelondongan, demikian Gusti, UPH Wonga Wali membeli dari petani kopi anggota UPH dan petani kopi yang bukan anggota UPH. Harga kopi gelondongan sekarang berkisar antara Rp 2.700 hingga Rp 4.000/kg.
“Satu kilogram kopi beras (biji kering) membutuhkan enam kilogram kopi gelondongan. Harga kopi gelondongan tahun ini baik. Kopi beras belum tahu harganya. Pasti lebih baik dari tahun lalu. Tahun ini UPH yang dipimpinnya siap menampung kopi gelondongan 90 ton. Kopi beras untuk ekspor 15 ton,” kata Gusti. (ntt online)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar