KUPANG, MITRA - Keringnya sejumlah sumur bor pada musim kemarau menyebabkan warga di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang mulai kesulitan air bersih.
"Sebanyak dua titik sumur bor yang biasanya di gunakan warga di desa tersebut tidak bisa digunakan lagi, karena kering memasuki musim kemarau ini," kata salah satu warga desa Oebelo, Dominggus Suares di Kupang.
Saat ini sejumlah kepala keluarga di desa tersebut yang rata-rata adalah pengungsi eks tim-tim hanya menggunakan satu sumber mata air dari satu sumur pompa untuk minum, mandi dan cuci. "Satu sumur pompa tersebut digunakan oleh warga tiga dusun yang ada di desa ini, sehingga kami harus antri untuk mendapatkan air bersih," kata nya.
Warga yang rata-rata berasal dari komunitas Viqueque ini, awalnya menggunakan dua sumur bor untuk minum, mandi dan cuci. "Satu sumur bor sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi, sedangkan satunya lagi saat ini kering," katanya.
Dominggus mengungkapkan, dengan hanya satu satu sumur pompa yang digunakan, maka pola hidup masyarakat dalam hal air bersih menjadi persoalan, sehingga anak-anak tidak terawat dengan baik. "Kami kuartir anak-anak kita akan menderita sakit, karena kekurangan air bersih," kata nya.
Selain itu, kata Minggus, akan mempengaruhi pendapatan ekonomi masyarakat, karena jika anak-anak sakit harus di bawa ke puskemas, padahal untuk makan sehari-hari saja sudah susah. Pelayanan kesehatan bagi anak hanya bisa dilakukan di posyandu, karena jika harus ke puskesmas butuhkan biaya yang cukup banyak, sedangkan rata-rata warga disini tidak miliki kartu jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
"Kami tidak memiliki uang untuk membawa anak kami ke puskesmas, jadi terpaksa kami hanya berharap pelayan kesehatan bagi anak kami melalui posyandu yang ada," katanya.
Akibat kekeringan tersebut areal persawahan milik masyarakat di wilayah tersebut juga lahan pertanian milik masyarakat mulai mengering, sehingga masyarakat di Kabupaten Kupang mulai mengalihkan profesi ke bidang lain, seperti sektor jasa.
Ada juga yang masih tetap bertahan, namun areal persawahan tersebut ditanami kacang-kacangan atau tanaman palawija.
Ketua kelompok tani Kelurahan Oesao, kecamatan Kupang Timur, Viktor Ndolu mengatakan, di wilayahnya terdapat sebanyak 110 sumur gali yang biasa digunakan untuk mengairi lahan pertanian masyarakat, namun 80 persen dari sumur gali telah kering sejak memasuki musim kemarau pada Mei 2009.
"Sumur gali yang ada saat ini tidak cukup untuk mengairi seluruh lahan pertanian di wilayah ini, karena debitnya sangat kecil," katanya.
Dikuatirkan, jika keadaan ini tidak segera diantisipasi oleh pemerintah daerah, maka kemungkinan pada September 2009 mendatang seluruh lahan milik masyarakat mengalami kekeringan yang berakibat pada gagal panen.
Sebelumnya Puluhan hektare kubis (Kol) di Kelurahan Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang terserang hama ulat sejak satu pekan terakhir. "Hama ulat tersebut menyerang mulai dari daun yang hingga tanaman membusuk," kata Robinson Ludji, petani kol di Kelurahan Nainbonat. Ia mengatakan, hama ulat tersebut berpindah sangat cepat dari satu tanaman ke tanaman lainnya sehingga lahan yang terkena hama semakin meluas. Petani sudah mengatasinya dengan menyemprot insektisida, namun banyaknya areal yang diserang, mengakibatkan produksi kubis berkurang. "Tanaman yang terserang hama langsung dicabut, sehingga hama tersebut tidak menyeberang ke tanaman lain," katanya. Apalagi, kata Ludji, harga kubis saat ini sedangkan anjlok, kubis ukuran besar hanya di jual Rp2.500 per buah. Padahal harga di pasar tradisional naik seratus persen yakni Rp5.000/buah. Hal itu, diakibatkan akses petani ke pasar masih sangat lemah. Di kelurahan tersebut sedikitnya 15 petani telah menanam kubis di areal persawahan yang sebelumnya ditanami padi. Dampak serangan hama tersebut, kata Ludji, melengkapi penderitaan petani di Kabupaten Kupang, karena daerah itu sedang dilanda kekeringan yang memicu areal pertanian tidak diolah. Sedangkan, umumnya, petani yang menanam kubis, merupakan petani sawah. "Dua bulan terakhir ini, kita alihkan menanam kubis diareal persawahan karena wilayah ini sedang alami kekeringan," katanya. Petani di wilayah tersebut, kata Ludji, sering dilanda beragam persoalan mulai hama, krisis benih, pupuk, sampai anjloknya harga komoditas pertanian. Karena itu, ia meminta perhatian dari pemerintah daerah, karena selama ini peran pemerintah dinilai sangat minim. (joe)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar